Jemaat dan Kristen Amatir.

Jemaat masa kini berlomba-lomba menjadikan dirinya profesional, sambil melecehkan semua yang dianggap amatir! Pendeta harus profesional , dalam arti gelar pendetanya resmi ditahbiskan gereja tertentu . Pengkhotbah dan para pengajar sekolah Alkitab harus profesional, maksudnya keluaran seminari ---kalau bisa--- seminari luar negeri.

Akibatnya, banyak gereja yang program utamanya cuma, menghabiskan dana untuk menyekolahkan para pendetanya terus menerus. Pikirnya, asalkan otak diisi terus, jemaat akan jadi bagus; dan itulah … profesional! Kurang dari itu, dianggap kurang baik alias amatiran. Karena itu amatir dipandang kurang pandai, kurang bertalenta, kurang mampu, kurang bermutu, … pokoknya kurang segalanya.


Istilah “amatir” (Inggris: amateur) telah kehilangan makna aslinya. Telah berubah banyak dari arti semula. Kata ini berasal dari bahasa Latin: amore , yang artinya “mengasihi”. Jadi, sebenarnya amatir adalah seseorang yang melakukan sesuatu karena semata-mata mengasihinya. Bukan seorang yang kurang ahli.

Di dalam Alkitab, justru nilai-nilai dari apa yang sekarang kita namai profesional dan amatir, terbalik 180 derajat ! Pada jaman Yesus hidup, para pemimpin agama “profesional”, imam besar, imam-imam kecil, orang-orang Farisi, Saduki, dan ahli-ahli Taurat menyalahgunakan kedudukan mereka untuk kekuasaan dan kepentingan pribadinya sendiri. Bukan untuk melayani umat!

Kita mencari pendeta, pengajar, majelis yang “profesional” … hebat, pintar, kaya, berpengaruh. Lalu memberinya kedudukan untuk memimpin di dalam jemaat atau di sekolah-sekolah Alkitab. Sayang kemudian banyak di antara profesional itu yang menggunakan kedudukannya bukan sebagai pelayanan (ministry), melainkan sebagai lahan mencari nama, kepopuleran, kekuasaan, atau uang!

Banyak pendeta, pengkhotbah, dan pengajar jaman sekarang tidak beda jauh dari para “profesional” pada jaman Yesus.

Yang menarik perhatian, kenyataannya Tuhan Yesus tidak memilih para "profesional" untuk tugas mengemban amanat agungNya. Ke duabelas rasulNya kebanyakan orang-orang biasa, petugas pajak, para nelayan, kaum “awam”, bukan lulusan seminari Alkitab. Kelihatannya Yesus tidak memilih orang-orang yang bijak atau berpengaruh atau terpandang menurut standar manusia (1 Korintus 1:26).

Mengapa Tuhan lebih suka memilih “apa yang bodoh bagi dunia”, “apa yang lemah bagi dunia”, “apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia”, “bahkan apa yang tidak berarti” ???
Supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah! (1 Korintus 1:27-29).

Yesus lebih memilih mereka yang bersedia mengikut Dia dan rela dilatih, dididik, dan dibentuk bagi sebuah pelayanan kasih. Karena mereka mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus, karena mereka mengasihi pekerjaanNya dalam menyelamatkan dunia berdosa ini, karena mereka mengasihi jemaatNya yang telah ditebus dengan darahNya yang mulia. Dan semua itu disebabkan karena ... kasih Kristus menguasai & mendorong hati mereka !

Hari ini, Allah masih mencari para “amatir” di antara jemaat.
Orang-orang yang mau melayani Tuhan sepenuh hati karena didorong oleh kasih yang sungguh. <>

3 komentar:

  1. Agus Budiwan SH13 Agustus, 2009

    Komentar:Jemaat dan Kristen Amatir
    -Mengkaji pengalaman menangani bisnis Discotheque yg diidamkan menjadi No. 1 di Asia, di Jakarta.
    Kami memakai 20 pelukis alam-amatir yg digaji untuk mebuat design interior-lukisan fresco/atap-langit-langit ruangan;selain itu kami juga membayar seorang Pelukis Profesional lulusan Seni rupa ITB Bandung untuk menjadi pengawas.
    Saat lukisan jadi...jelas beda hasil pelukis Bali, ukran tangan lebih besar dari ukuran kaki, ukuran kepala bisa lebih besar dari ukuran yg normal.
    Sekolah formal,tetap diperlukan dan lebih baik-sekalipun bukan mutlak dalam pelayanan.Syalom !

    BalasHapus
  2. Dear Pak Agus Budiwan,

    Terima kasih banyak atas infonya, … noted.
    TUHAN memberkati !

    Para pekerja (penginjil) dalam team kami adalah orang-orang yang melayani TUHAN semata-mata karena
    mereka MENGASIHI TUHAN dan didorong oleh KASIH TUHAN (Yoh.21:15-17; 2 Kor.5:14).

    Di samping itu walaupun banyak di antara mereka yang berpendidikan tinggi, baik umum maupun teologia / misi,
    mereka tidak mengandalkan kemampuan diri (manusia) melainkan mengandalkan ALLAH yang memakai mereka.
    Rekan-rekan dalam team ini tidak pernah, atau jarang sekali mencantumkan gelar-gelar kesarjanaan mereka
    ---kecuali suatu waktu diperlukan dalam kasus tertentu--- padahal banyak di antara mereka yang menyandang gelar
    sarjana matematika, fisika, insinyur, sarjana ekonomi, dsb. dan dalam pendidikan teologianya ada yang sampai pada jenjang doktor.

    INTERUPSI: (---Di sini bapak bisa lihat bahwa kami TIDAK ANTI pendidikan atau persiapan diri atau melengkapi diri; dan
    kami TIDAK MEMAKSUDKAN kalau mau melayani Tuhan harus bodoh, dungu, atau tidak perlu belajar apa-apa---  )

    Kami lanjutkan perihal rekan-rekan dalam team kami di atas.
    Mengapa mereka demikian, tidak menggembar-gemborkan kemampuan diri & segala macamnya?
    Karena rekan-rekan kami menyadari betul bahwa mereka hanyalah alat-alat di tangan tukang kayu itu,
    yang lebih penting ialah Siapa Tukang Kayu-nya, bukan apa alatnya.
    Karena rekan-rekan kami menyadari betul bahwa mereka hanyalah hamba (jongos) di bawah tuannya,
    yang lebih penting ialah Siapa Sang Tuan yang menunggangi keledai itu, bukan keledainya (hamba).
    Dan ironisnya, keledai biasanya bodoh, dungu, “amatir”; tidak seperti kuda yang “profesional”; tapi sungguh heran TUHAN
    memilih keledai untuk masuk ke Yerusalem.

    Lagipula, dari pengalaman di lapangan & pelayanan bertahun-tahun, pada umumnya orang banyak (people) tidak peduli apakah
    kita seorang penyandang PhD. atau bukan, selama kita TIDAK PEDULI pada mereka! Jadi yang penting adalah (apapun jenjang
    pendidikan atau persiapan kita), APAKAH KITA PEDULI PADA MEREKA, JIWA-JIWA YANG MEMBUTUHKAN PERHATIAN + KASIH + TINDAKAN NYATA?

    Maaf, tetapi kami memang tidak begitu tertarik pada pernyataan-pernyataan belaka, kami lebih tertarik pada kenyataan.
    Kenyataannya bagaimana? Apakah kita sungguh mendoakan pelayanan misi? Apakah kita memberi untuk kebutuhan misi? Apakah kita bahkan mau pergi untuk misi?
    Do we really do something for “missio Dei” ?

    Terakhir, supaya kalau ada sesuatu prestasi yang dicapai, betul-betul itu karena KUASA TUHAN yang turut bekerja dalam hati manusia,
    bukan hasil kemampuan kedagingan manusia, supaya jangan ada orang yang menepuk dada! (Efesus 2:9; I Kor.1:29).

    BalasHapus
  3. Lama tak menulis , apa kabarnya ? Saya suka balasan Anda. Ladang menguning di Indonesia namun pekerjanya kurang . Apa yang bisa didoakan untuk pelayanan misi nya kini .Tak terasa waktu terus berjalan . Salam Agus Budiwan - Vancouver Canada.

    BalasHapus