Jemaat dan Allah Tritunggal (3)

Suara kedua: Sejarah.

Jemaat Kristus, marilah kita menyelidiki Allah Tritunggal dari segi sejarah! Sejarah yang kita pelajari di sekolah umum adalah sejarah dunia. Tetapi mungkin kita belum pernah menyelidiki sejarah Allah Tritunggal.

Empat ribu tahun sebelum Masehi di dalam kitab Kejadian pasal 1 ayat 1 kita melihat tulisan mengenai Tritunggal. Bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, bahwa Roh Kudus bergerak di permukaan laut, bahwa Allah berfirman. Ada tiga “oknum” di sini: Elohim, Firman dan Roh Allah.

Seribu tahun sesudah itu jemaat ingat ada kejadian Menara Babel. Di sana umat manusia memberontak terhadap Allah. Sesudah kejadian air bah, di mana manusia dibinasakan, manusia yang berkembang biak lagi ini membuat sebuah menara yang tinggi. Mereka berpendapat kalau mereka membuat sebuah menara yang tinggi sampai ke awan, mereka akan bisa bebas bila hukuman Allah datang lagi. Demikianlah mereka bersekongkol membangun sebuah menara yang besar.

Tetapi ketika mereka sedang membangunnya, kita tahu bahwa Allah Yang Mahaesa dan Mahatahu melihat dari sorga. Dan Allah berbicara – bukan kepada malaikat – kepada diri-Nya sendiri, Ia berkata: “Marilah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka.........” Marilah “kita” turun, kataNya. Allah Bapa di sini berbicara dengan Allah Anak dan Allah Roh. Allah Roh berbicara dengan Allah Anak dan Allah Bapa. Allah Anak berbicara dengan Allah Bapa dan Allah Roh. Marilah “kita” kata-Nya, “turun dari sorga mengacaubalaukan bahasa mereka, supaya mereka menjadi saling tidak mengerti dan tidak bisa membangun menara itu.” Selanjutnya kita tahu Allah Tritunggal turun dan mengacaubalaukan bahasa manusia itu sehingga mereka bercerai-berai. Itulah sebabnya ada bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Jepang, Tionghoa, Afrika, dan lain-lain.

Lima ratus tahun kemudian, Musa berdiri di sebuah tanah datar, ini sebelum Israel masuk ke tanah perjanjian. Di sana ia mengucapkan ayat yang merupakan ayat emas untuk orang Yahudi, yaitu, “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa” (Ulangan 6:4). Dan ayat ini menjadi batu penjuru untuk kepercayaan orang Yahudi mulai saat itu.

Sekarang kita sudah melewati 4000 tahun sebelum Masehi, 3000 tahun sebelum Masehi, 2500 tahun sebelum Masehi, lalu sampailah kita kepada tahun 26 Masehi. Ini pada waktu Tuhan Yesus hidup di bumi dan berjalan-jalan di tanah Israel. Banyak di antara kita yang sudah mengetahui tentang baptisan Tuhan Yesus, di mana Yesus masuk ke dalam air. Ketika Ia masuk ke dalam air, kita melihat bahwa yang datang dari sorga seekor burung merpati yang melambangkan Roh Kudus. Dan kemudian ada suara dari sorga mengatakan, “Inilah Anak yang Kukasihi.”

Dua puluh enam tahun sesudah Masehi, sekali lagi Allah menyatakan diriNya sebagai Allah Tritunggal. Yesus sebagai Allah Anak sedang berada di air, Roh Kudus sebagai burung merpati turun dari langit, dan Allah Bapa memperdengarkan suara-Nya.

Pada tahun 56 Masehi Paulus mengarang surat II Korintus. Setelah selesai menulis isinya, ia mencatat pada akhir surat itu sebuah doa penutup. Di dalamnya ia berbicara mengenai kasih Allah dan anugerah Tuhan Yesus serta persekutuan Roh Kudus.

Kalau kita perhatikan terus, sekitar tahun 200 Masehi, ada seorang bernama Tertulian. Berarti masa ini jauh sesudah Yesus disalibkan. Tertulian ini orang Afrika Utara, ia bukan orang Eropa. Ia menyelidiki Alkitab dan ia tahu pasti bahwa Allah itu Maha Esa yang beroknum tiga. Karena untuk mengatakan “Allah itu Maha Esa yang beroknum tiga” adalah terlalu panjang, maka ia menyingkat perkataan itu menjadi Allah Tritunggal (atau Trinitas) saja!

Dengan demikian lebih gampang bagi jemaat untuk menyebutnya. Jadi kata Tritunggal atau Trinitas ini hanyalah sebuah singkatan saja. Di sini artinya Tritunggal ialah: tiga di dalam satu.

Pada agama-agama dunia sebetulnya ada juga kepercayaan terhadap Tritunggal ini. Kita melihat bahwa pada permulaannya adalah Allah Maha Esa yang beroknum tiga. Boleh kita gambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi. Segitiga itu satu, tetapi mempunyai tiga sisi yang sama.

Tetapi kemudian apa yang datang? Manusia mulai terlalu menekankan kejamakan Allah sehingga mereka melupakan keesaan-Nya. Mereka salah, sebab mereka menekankan kejamakan Allah tanpa keesaan-Nya. Agama Yunani menekankan kejamakan Allah, agama itu memiliki banyak dewa. Agama Hindu juga mempunyai berbagai dewa seperti Brahma, Visnu, dan Syiwa, yang juga menekankan kejamakan Allah dan lupa akan keesaan-Nya. Buku-buku Budha di India juga menekankan kejamakan Allah dan lupa akan keesaan Allah. Sehingga sebetulnya semua agama ini sama ajarannya tentang Allah. Karena apa? Karena mereka mengambil kejamakan Allah dan lupa akan keesaan Allah.

Lalu orang-orang Yahudi yang mempunyai agama Yahudi melihat kejamakan Allah sangat ditekankan di dalam agama-agama asing itu, di mana mereka memperbanyakkan dewa-dewanya dan membuang keesaan Allah. Akibatnya, (dan sebaliknya) orang Yahudi membuang tekanan tentang kejamakan Allah dan mengambil keesaan-Nya saja! Sehingga mereka hanya menekankan keesaan-Nya saja dan jadi melupakan kejamakan-Nya. Sampai agama Islam pun menekankan keesaan Allah dan melupakan kejamakan Allah. Juga Unitarian di Amerika menekankan keesaan Allah saja.

Demikianlah kita mempunyai dua kelompok. Di sebelah kanan kita mempunyai kelompok agama Yahudi dan agama Islam yang menekankan keesaan Allah, tetapi di sebelah kiri ada kelompok agama Yunani, Hindu, dan Budha yang menekankan kejamakan dewa-dewa. Tetapi pada permulaannya, Allah itu adalah Allah Maha Esa, yang beroknum tiga.

Sekarang, bagaimana dengan orang Kristen, jemaat Kristus? Kita melihat bahwa orang Kristen tidak ikut-ikutan ke kanan atau ke kiri. Orang Kristen percaya bahwa Allah itu Maha Esa, tetapi juga mereka percaya bahwa Allah yang Maha Esa adalah Allah yang beroknum tiga. Orang Kristen netral, ia berdiri di tengah-tengah dalam arus sejarah ini. Ia tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Ia terus berpegang pada kenyataan bahwa Allah itu Maha Esa yang beroknum tiga!

Demikianlah jemaat bisa mengetahui dari permulaan sebenarnya sejarah menyuarakan bahwa Allah itu Maha Esa yang beroknum tiga. Tetapi masih ada sebuah suara lain. Suara lain ini juga menyerukan bahwa Allah yang Maha Esa itu beroknum tiga. Pada artikel berikutnya kita akan mengajak jemaat menyelidiki suara lain itu.

(Disarikan dari KMK I, JG) <>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar