Grand Canyon |
Alam semesta memberi suara bahwa Allah itu Maha Esa yang beroknum tiga.
Saya mau tahu, siapakah yang sudah pernah melihat Allah? Belum ada orang yang pernah melihat Allah! Sebab Allah tidak dapat dilihat. Meskipun demikian jemaat bisa melihat hasil karya Allah melalui alam semesta ini.
Kita bisa melihat bunga, kita melihat pohon pisang, kita melihat langit, kita melihat burung di udara, kita melihat bulan dan matahari. Yah, jemaat bisa melihat hasil karya-Nya, walaupun jemaat tidak bisa melihat Allah itu sendiri.
Hasil karya seseorang sering memberitahu banyak mengenai orang itu. Misalnya jemaat masuk ke dalam sebuah kamar, di dalam kamar itu terlihat sebuah lemari yang bersih sekali, tegel-tegelnya mengkilap, ada bunga di sana, ada gambar seorang bapa, seorang ibu, dengan beberapa orang anaknya. Dan di tembok kita melihat empat gambar pemandangan, gambar-gambar itu menunjukkan musim semi, musim panas, kemudian musim gugur dan akhirnya musim dingin.
Dengan mengamati isi kamar itu, kira-kira jemaat bisa tahu, siapakah yang tinggal di sana, bukan? Kira-kira siapa yang tinggal di rumah itu? Jika orang Indonesia menghiasi rumah, biasanya ia tidak menghiasi rumahnya dengan gambar empat musim itu. Karena di Indonesia hanya ada dua musim, bukan empat musim. Apalagi di kamar itu ada beberapa perhiasan dari gips yang bertuliskan kata-kata bahasa Inggris. Kita akan berpikir, nah, ini pasti orang barat! Yah, kita bisa tahu, walaupun ketika itu semua penghuni rumah tersebut sedang pergi. Dari mana kita tahu? Dengan mengamati melihat “hasil karyanya.”
Demikian juga alam ini merupakan hasil karya Allah. Allah tidak kelihatan tetapi karya-Nya bisa tampak. Dengan mengamati hasil karya-Nya itu jemaat bisa tahu beberapa hal mengenai Allah. Saya harap kita semua punya mata terbuka untuk melihat Allah melalui ciptaan-Nya. Tidak bisa? Marilah kita benar-benar memperhatikan sebentar dan melihat bagaimana Allah menyatakan diri-Nya di dalam karya-Nya.
Misalnya, jemaat bisa menyaksikan bahwa dalam dunia ini tumbuh banyak bunga, bunga itu bermacam-macam bentuknya, setiap bunga kita sebut satu kuntum bunga, bukan? Tetapi … sekuntum bunga mungkin terdiri dari tiga kelopak bunga, namun ini tidak berarti tiga bunga. Masih satu bunga dengan tiga kelopaknya. Di sini kita melihat Tritunggal yang esa, bukan?
Di dalam satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Sehingga dalam satu keluarga ada tiga oknum. Kita tidak mengatakan ada tiga keluarga, melainkan masih satu keluarga yang terdiri dari tiga oknum. Tritunggal tetapi masih esa.
Di dalam diri seorang manusia kita tahu ada tubuh, jiwa, dan roh. Tetapi kita tidak menyebutnya tiga orang, melainkan masih satu orang saja. Ini sebuah karya Allah yang menyatakan bahwa Allah itu adalah Tritunggal yang esa.
Dari tiga contoh di atas jemaat bisa melihat bahwa sering di dalam keesaan tetap ada kejamakan.
Bagaimana dengan soal waktu sehari-hari? Di sinipun jemaat bisa membuktikan adanya Tritunggal yang esa. Waktu terdiri dari tiga dimensi waktu: kemarin, sekarang, dan besok. Jadi waktu itu sendiri tetap esa (satu) walaupun mempunyai tiga dimensi: kemarin, sekarang, dan besok.
Sekarang kita pikirkan tentang ruang. Mengapa Allah menciptakan ruang seperti ini? Apakah ini kebetulan belaka? Saya kira tidak! Allah menciptakan ruang sedemikian rupa untuk membuktikan kepada kita bahwa Dia itu Allah Esa yang beroknum tiga. Dari pelajaran ilmu ukur ruang di sekolah, kita tahu bahwa setiap satu ruang terdiri dari tiga dimensi: panjang, lebar, dan tinggi.
Dalam ilmu kimia jemaat tahu bahwa ada sebuah senyawa yang disebut H2O. Persenyawaan ini bisa berbentuk uap, air, atau es. Tetapi kita tidak mengatakan ada tiga persenyawaan. Masih tetap satu persenyawaan: H2O. Hanya saja persenyawaan ini menyatakan diri dengan tiga cara. Setiap kali jemaat minum air, kita mengatakan bahwa Allah itu Esa yang beroknum tiga. Karena melalui air yang diciptakan-Nya juga Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah Esa yang beroknum tiga.
Mengenai sungai. Setiap kali kita berenang di sungai kita mengakui bahwa ada sumbernya, ada aliran sungai, dan ada muaranya. Tetapi jemaat tidak akan mengatakan ada tiga sungai, misalnya, tiga sungai Bengawan Solo. Kita bilang hanya ada satu sungai Bengawan Solo.
Di negara kita Indonesia ada semboyan “Bhinneka Tunggal Ika,” yang artinya “berbeda-beda namun satu jua.” Berarti di Indonesia ada banyak kebudayaan, banyak suku, banyak kepercayaan, tetapi walaupun demikian hanya ada satu Indonesia Raya, bukan?
Sampai sekarang ini jemaat bisa mendengar suara dari Allah yang menciptakan alam semesta. Bila kita memandang dan memperhatikan alam ini, kira-kira kita bisa melihat apa yang ingin Allah nyatakan kepada kita mengenai diri-Nya yang tak kelihatan itu.
Jemaat bisa “melihat” Dia yang adalah Tritunggal melalui karya-Nya.
(Disarikan dari KMK I, JG) <>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar