Jemaat pasti paham betul dengan yang namanya “kuatir”. Seorang teman saya mengeluh tidak bisa tidur. Bertahun-tahun dia begitu. Ke dokter sudah sering, mengkonsumsi obat tidur sudah ratusan pil. Berbagai macam cara dan jamu sudah dicoba. Hasilnya … tetap sulit tidur.
Akhirnya ketahuan kalau penyebab “penyakitnya” itu adalah … kekuatiran! Teman itu terus menerus kuatir tentang masa depan, tentang anak-anaknya, tentang lain-lain. Ternyata penyakit sesungguhnya yang sedang menghinggapi dia namanya: kekuatiran! Sulit tidur itu cuma gejalanya saja.
Jadi sebenarnya yang perlu dihilangkan adalah penyakitnya, bukan gejalanya. Kalau penyakitnya berhasil dihilangkan, yah dengan sendirinya gejalanya akan menyusul lenyap juga. Bagaimana menyembuhkan seseorang dari penyakit kuatir ini???
Saya kira “obatnya” ialah ---paling sedikit bagi saya sendiri--- berfokus pada Filipi 4:6-7. “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
Intinya, kita diperintahkan beriman dan berhenti kuatir tentang keadaan kita. Tetapi, berapa orang yang benar-benar sanggup melakukan itu? Pengalaman menunjukkan gampang memberitahu orang untuk jangan kuatir, namun sukar menjalankan nasihat ini apabila keadaan mulai sulit. Walaupun kita pernah mengalami pertolongan Tuhan secara ajaib dan menakjubkan, tetap saja disertai dengan stress berat dan … malam-malam sulit tidur!
Mengingat semua ini, saya akan coba membahasnya sedikit lagi di bawah ini.
Menurut Filipi 4:6-7 di atas, obat penawar anti stress dan kuatir ialah, “… nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah”. Lalu damai sejahtera Allah akan memelihara hati kita. Dapatkah benar-benar sesederhana itu? Hanya dengan jalan menyatakan (minta) kepada Allah, lalu kita tidak akan pernah kuatir lagi? Baiklah, mungkin perlu sedikit lebih banyak lagi.
Satu perkara yang perlu diperhatikan di sini ialah bahwa permohonan kita kepada Allah itu harus disertrai dengan ucapan syukur! Biasanya permintaan doa kita cuma penuh dengan tangisan kecewa bagai anak kecil yang menangis karena tidak mendapatkan coklatnya. Atau penuh dengan tangisan pilu karena “kasihan pada diri sendiri” (apakah pembaca menyadari bahwa “kasihan pada diri sendiri” atau bahasa Inggrisnya “self-pity” adalah sebuah bentuk dari dosa?). Atau bahkan penuh dengan omelan, keluhan, dan menggerutu seperti orang-orang Israel dahulu di padang gurun?
Doa semacam itu tidak menyembuhkan hati yang kuatir, cemas, takut, bimbang, dan sejenisnya. Belajarlah bersyukur !!!
Aspek lain ada pada Khotbah Di Bukit ketika Tuhan Yesus mengajarkan tentang doa dan menyuruh pada pendengarNya untuk tidak usah kuatir (Injil Matius pasal 6).
Dalam bahasa aslinya (Yunani) “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”, bisa juga berbunyi, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang untuk besok”. Saya mengerti bahwa Khotbah Di Bukit terutama berbicara “jangan kuatir tentang besok”. Tetapi di sini saya hendak menyodorkan sesuatu yang lain. Yaitu, saya juga percaya bahwa doa ini benar-benar menyuruh kita meminta makanan kita untuk besok!
Mengapa demikian?
Gabungan dari Filipi 4:6-7 tadi, Matius 6, dan sebagian dari pengalaman, kelihatannya mengajarkan sebagai berikut:
1.Matius 6 menekankan masalah jangan kuatir, bukan sekedar permintaan akan makanan secukupnya.
2.Kita tidak akan kuatir lagi hanya apabila kita yakin bahwa apa yang kita kuatirkan itu akan ditangani oleh Allah. Ini memerlukan iman, tentu saja.
3.Kesembuhan dari rasa kuatir merupakan hasil dari dua perkara ---menyatakan permohonan kita kepada Allah plus yakin bahwa Ia mendengarkan permohonan kita itu.
4.Berarti bahwa kita perlu berdoa terus menerus sampai ada keyakinan dari Allah dalam hati kita bahwa Ia telah menangani kekuatiran kita. Iman yang timbul ini melenyapkan kekuatiran.
Berdoa hari ini untuk kebutuhan besok sampai kita memperoleh keyakinan dari Allah, merupakan unsur persiapan diri yang ---dan mungkin, tidak biasa dipikirkan oleh jemaat. Anda perlu berdoa hari ini untuk memastikan Anda siap menghadapi hari esok!
Persoalan kita pada umumnya sebagai jemaat Tuhan ialah, kita kurang benar-benar meluangkan waktu yang cukup untuk berdoa secara tekun bagi hari esok. Artinya, jemaat hidup tanpa persiapan untuk menghadapi esok hari! Kita cenderung hidup untuk hari ini saja sambil bereaksi terhadap apapun yang terjadi. Tidak heran bahwa keadaan ---yang selalu berubah-ubah & hari esok yang tak kita ketahui--- sering mencemaskan hati kita. Karena jemaat tidak siap, maka jemaat kuatir.
(Disarikan dari buah pikiran: Don Enevoldsen) <>
web keren banget!! memberkati banyak orang!! patut disebarluaskan :D
BalasHapus